Tuesday, February 6, 2018

Perkembangan Arti Dokumentasi #2





lanjutan...

Dengan pengertian dokumentasi sama dengan pengawasan bibliografis, maka pada tahun 1895 itu dokumentasi juga identik dengan bibliografi universal yaitu daftar buku dan bahan perpustakaan lain yang tidak terbatas pada sebuah tempat yang disusun menurut subjek. Penyusunan menurut subjek ini memerlukan klasifikasi artinya penggolongan menurut klas yang sama. Pada waktu itu sudah beredar bagan klasifikasi berjudul Dewey Decimal Classification (DDC) buatan Melvil Dewey dari AS. Namun pihak Institut International de Bibligraphie merasa kurang puas dengan kinerja DDC terutama menyangkut pemberian klasifikasi beraspek ganda yang banyak diketemukan di berbagai dokumen. Misalnya dokumen tentang pedoman penggunaan mesin cuci untuk ibu-ibu yang tinggal di daerah rawa-rawa terbit dalam Bahasa Indonesia. Dalam hal subjek ganda DDC tidak mampu memberikan nomor klasifikasi yang lengkap untuk subjak serumit itu. Maka pihak IIB menyusun bagan klasifikasi baru berdasarkan DDC. Bagan itu hendaknya dapat digunakan diseluruh dunia jadi bersifat universal namun tetap berpedoman pada pembagian desimal. Karena itu bagan klasifikasi yang dibuat oleh IIB disebut Universal Decimal Classification disingkat UDC.

Untuk mencatat semua terbitan dari seluruh dunia, maka Institute International de Bibliographie membuat sebuah kartu, waktu itu kartu tersebut dikenal sebagai kartu dokumentasi. Usaha penyusunan bibliografi universal dilakukan hingga tahun 1918 dengan hasil terkumpul sekitar 15,000,000 kartu. Sayangnya usaha yang dimulai sejak tahun 1894 dengan judul Universal Bibliographical Repertory untuk mencatat semua terbitan dari seluruh dunia ini tidak berhasil karena memang merupakan tugas raksasa yang bukan main sukarnya. Kartu dokumentasi tadi tidak lagi digunakan. Hak paten kartu dokumentasi itu diambil alih oleh pihak PTT ( Pos Telepon Telegram ) dan menjadilah kartupos sebagaimana pembaca jumpai di kantor pos.

Pada tahun 1931 Institute International de Bibliographie mengubah namanya menjadi Institute International de Documentation ( IID ). Perubahan nama dari bibliografi ke dokumentasi membawa imbas perubahan makna dokumentasi. Perubahan tersebut terwujud dengan meunculnya definisi dokumentasi sebagai kepustakawanan informasi dan bibliografi yang disesuaikan dengan keperluan perpustakaan khusus. Dalam bahasa Inggris berbunyi "documentation is bibliography and information librarianship adapted to special library needs". Jadi kini arti dokumentasi sama dengan kegiatan perpustakaan khusus. Konsep dokumentasi sama dengan kegiatan perpustakaan khusus sangat kuat pengaruhnya di Amerika Serikat. Hal ini terjadi karena ketika terjadi pelonjakan jumlah majalah ilmiah yang menyebabkan perlunya pengolahan isi majalah ilmiah bagi pemakai dilakukan sepenuhnya oleh perpustakaan khusus sementara di Eropa dilakukan bukan oleh perpustakaan khusus. Pustakawan dari perpustakaan khusus ini mampu menyusun indeks' dan abstrak" majalaj ilmiah kemudian menyajikannya pada pemakai sehingga menganggap bahwa tugas dokumentasi identik dengan tugas perpustakaan khusus. Hal ini berbeda dengan situasi di Eropa Barat. Waktu terjadi pelonjakan jumlah majalah ilmiah beserta artikel yang dimuatnya, situasi itu tidak diduga oleh banyak pustakawan Eropa. Mereka tiba-tiba merasa belum siap bagaimana melayani pemakai dengan menyajikan informasi yang berasal dari mjalah ilmiah. Dalam keadaan demikian muncullah ilmuwan yang berusaha menyajikan informasi dari majalah ilmiah ( dalam bentuk indeks maupun abstrak ) untuk kepentingan pemakai. Kelompok ini menganggap kegiatan mereka terpisah dari kegiatan perpustakaan. Kelompok ini menganggap mereka berhubungan dengan dokumen sehingga menyebut diri mereka sebagai dokumentalis sedangkan yang bergerak di bidang perpustakaan disebut pustakawan.


Sumber Buku : Pengantar Dokumentasi
Penulis : Sulistyo-Basuki


Bersambung...


No comments:

Post a Comment